POSTUR MILITER
NEGARA-NEGARA ASIA TENGGARA
DINAMIKA PERSENJATAAN DAN PERGESERAN LINGKUNGAN
STRATEGIS INTERNASIONAL
DARI ERA KE PASCA PERANG DINGIN
Bagaimana Supremasi dan Postur
Kekuatan Pertahanan Indonesia (TNI)?
PENULIS: OMAN HERYAMAN, S.IP., M.Si.
PEMBIMBING: KUSNANTO ANGGORO, Ph.D
INDRIA SAMEGO, Ph.D
PENGUJI: IKRAR NUSA BHAKTI, Ph.D
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS JAYABAYA
JAKARTA
2001
ABSTRAK
Tujuan studi ini untuk mengetahui perbandingan dinamika persenjataan negaranegara
Asia Tenggara pada masa dan pasca Perang Dingin, faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya peningkatan dinamika persenjataan pasca Perang Dingin dan
implikasinya terhadap postur dan kebijakan pertahanan Indonesia. Sedangkan ruang
lingkup obyek penelitian meliputi postur militer dan kebijakan pertahanan dari seluruh
negara-negara Asia Tenggara yang sekarang tergabung dalam ASEAN-10.
Metode analisis yang digunakan adalah analisis perbandingan, analisis historis dan
deskriptif-eksplanatoris, dengan teknik pengumpulan data melalui riset kepustakaan dan
dokumentasi selama satu tahun.
Berdasarkan hasil analisis data, indikator-indikator dinamika persenjataan negaranegara
Asia Tenggara menunjukkan kecenderungan meningkat pada periode pasca
Perang Dingin (tahun 1991-2000) dibandingkan pada periode masa Perang Dingin
(tahun 1975-1990). Indikator-indikator yang diteliti adalah: 1) Anggaran belanja
militer/pertahanan yang meliputi sub-indikator belanja militer dalam harga konstan,
belanja militer dalam tingkat harga berjalan, belanja militer pada basis per kapita, dan
persentase anggaran militer dari GDP; 2) Tentara/SDM Angkatan Bersenjata yang
meliputi sub-indikator jumlah total Angkatan Bersenjata, pasukan cadangan, para-militer,
proporsi tentara per 1000 penduduk, dan proporsi tentara per 10 mil luas wilayah; 3)
Kepemilikan/penggelaran dan akuisisi sistem persenjataan utama (alat utama sistem
senjata/alutsista) yang meliputi sub-indikator penggelaran dan akuisisi senjata angkatan
darat, angkatan laut dan angkatan udara.
Terjadinya peningkatan dalam pembangunan persenjataan diatas, disebabkan
adanya perkaitan faktor-faktor internasional dan domestik yang turut mempengaruhi dan
dipertimbangkan oleh para pengambil keputusan di negara-negara Asia Tenggara.
Dari lingkungan internasional, faktor-faktor yang mempengaruhi dan
dipertimbangkan tersebut adalah terkait dengan perubahan konfigurasi keamanan seiring
dengan berakhirnya Perang Dingin, yang dipersepsi sebagai adanya ketidakpastian
keamanan ketika berakhirnya tatanan global yang bercirikan dua kutub membuka jalan
bagi suatu struktur banyak kutub yang kompleks dan bercirikan ketidakpastian. Bagi
negara-negara Asia Tenggara, ketidakpastian ini berkisar pada tiga masalah penting: (1)
Ancaman keamanan sebagai akibat dari adanya kecurigaan dan perselisihan-perselisihan
teritorial yang tidak terpecahkan; (2) pengurangan kehadiran militer AS dari kawasan Asia
Tenggara dipandang sebagai hilangnya jaminan �payung keamanan� yang mengharuskan
perlunya peningkatan kemampuan pertahanan mandiri; dan (3) munculnya peranan dan
proyeksi militer kekuatan-kekuatan regional yang dipandang sebagai ancaman mengikuti
skenario sistem intrusive dan logika dilema keamanan. Tiga masalah ini, kemudian
dibarengi dengan adanya perubahan pola perdagangan senjata internasional (dari �seller
market� ke �buyer market�) yang makin memudahkan banyak negara untuk mengakuisisi
persenjataan.
Dari lingkungan domestik, ada dua faktor utama yang mempengaruhi terjadinya
pembangunan persenjataan: Pertama, kapabilitas ekonomi negara-negara Asia Tenggara
iii
yang tercermin dalam pertumbuhan ekonomi yang mengalami kecenderungan
meningkat. Kedua, kecuali Laos, Kamboja dan Brunei, semua negara Asia Tenggara
mempunyai dan mengembangkan industri pertahanan domestik, baik berdasarkan lisensi
negara Barat maupun hasil desain dalam negeri. Selain untuk kepentingan pasar dalam
negeri (captive market), hasil produksi mereka juga untuk kepentingan ekspor. Faktorfaktor
domestik lainnya sebagai penunjang adalah: masalah keamanan internal terkait
dengan gerakan separatis, pengamanan jalur lalulintas laut, dan perlindungan sumberdaya
alam dalam lingkunan Zona Ekonomi Eksklusif.
Di pihak lain, meningkatnya pembangunan persenjataan di negara-negara Asia
Tenggara pada periode pasca Perang juga disebabkan karena pada saat yang bersamaan
(1991-1993) belum terbentuk suatu mekanisme regional yang dapat mengatur masalahmasalah
keamanan di antara sesama negara kawasan. Selanjutnya, setelah terbentuknya
ASEAN Regional Forum (ARF) pun yang berfungsi sebagai forum untuk membahas dan
membicarakan masalah-masalah kemanan di Asia-Pasifik, peningkatan pembangunan
persenjataan tetap berlangsung. Kehadiran ARF belum sepenuhnya mampu meredam
dinamika persenjataan, hal ini dikarenakan: 1) Instrumen-instrtumen kebijakan keamanan
ARF masih belum berjalan semestinya; 2) ARF lebih bersifat forum dialog yang bersifat
longgar sehingga kesepakatan-kesepakatannya tidak terlalu mengikat anggotanya; dan 3)
Sebagian besar anggota ARF, terutama negara-negara besar, belum sepenuhnya meyakini
kemampuan ARF dalam mengatasi persoalan-persoalan keamanan, dianataranya masalah
Laut Cina Selatan dan konflik Cina-Taiwan.
Berdasarkan perbandingan dinamika persenjataan diatas, terutama dalam
penggelaran dan akuisisi persenjataan, dapat dilihat pula peta peningkatan dan kekuatan
militer negara-negara Asia Tenggara, dimana postur kekuatan militer Indonesia
menunjukkan profil utama (dari aspek kuantitas) dibanding negara-negara lainnya. Tetapi
bila kuantitas persenjataan yang dimilikinya dilihat berdasarkan proporsi dan
persentasenya terhadap jangkauan wilayah operasi, wilayah kedaulatan, dan jumlah
penduduk yang harus dilindunginya, profil kekuatannya tampak jauh lebih kecil
(bersahaja) dibanding sebagian besar negara-negara lainnya.
Realitas diatas, menggarisbawahi pentingnya pembangunan kekuatan
persenjataan Indonesia untuk mencapai postur kekuatan militer yang ideal. Pentingnya
peningkatan postur militer ini terkait dengan kepentingan pengamanan wilayah dan
menjaga persatuan, keutuhan dan kedaulatan tanah air. Dilihat dari kenyataan geografik
(luasnya wilayah), kenyataan demografi (besarnya jumlah penduduk), kebutuhan ruang
untuk hidup (keinginan untuk sejajar secara politis dengan negara lain), dan perlunya
kekuatan penangkal, pertimbangan untuk pembangunan kekuatan militer Indonesia dari
waktu ke waktu tetap penting dan mendesak sampai mencapai kondisi ideal.
Kata kunci: Postur militer, kepentingan nasional, keamanan nasional, lomba senjata, pembangunan
persenjataan, dinamika persenjataan, dilema keamanan, ancaman keamanan,
keamanan regional, pertahanan mandiri, proyeksi militer, perdagangan senjata,
kapabilitas ekonomi, industri pertahanan.
iv
Tidak ada komentar:
Posting Komentar